Di tengah persaingan ketat industri pariwisata global negara-negara di Asia Tenggara terus berupaya menarik sebanyak mungkin wisatawan asing. Malaysia dan Thailand sering kali muncul sebagai pilihan favorit sementara Indonesia dengan segala kelebihannya masih kesulitan untuk bersaing secara setara. Pertanyaan yang muncul adalah apa sebenarnya yang membuat turis lebih condong ke dua negara tersebut daripada ke Indonesia. Melalui perspektif yang lebih luas kita bisa mengidentifikasi beberapa elemen kunci yang memengaruhi preferensi wisatawan ini.
Pertama kemudahan dalam perencanaan perjalanan menjadi faktor dominan. Wisatawan modern menghargai proses yang sederhana dan efisien mulai dari pemesanan tiket hingga akomodasi. Di Malaysia sistem visa elektronik yang cepat dan aplikasi mobile untuk reservasi hotel serta tur membuat semuanya terasa mudah. Thailand juga menawarkan kemudahan serupa dengan program visa waiver untuk banyak negara Eropa dan Amerika yang memungkinkan kunjungan hingga 60 hari tanpa birokrasi rumit. Hal ini kontras dengan Indonesia di mana prosedur visa untuk beberapa negara masih memerlukan dokumen tambahan atau persetujuan yang memakan waktu sehingga membuat wisatawan ragu untuk memilihnya sebagai destinasi pertama. Selain itu integrasi teknologi seperti platform booking online yang lebih matang di Malaysia serta Thailand memudahkan wisatawan untuk merencanakan itinerary lengkap termasuk transportasi dan aktivitas tanpa harus berganti-ganti aplikasi.
Kedua keberagaman atraksi yang mudah diakses juga menjadi daya tarik utama. Malaysia menawarkan campuran antara kota modern seperti Kuala Lumpur dengan landmark ikonik seperti Menara Kembar Petronas serta alam tropis di Pulau Langkawi yang bisa dikunjungi dalam satu perjalanan singkat. Thailand dengan pantai-pantai eksotis di Krabi atau Chiang Mai yang kaya akan kuil Buddha memberikan variasi pengalaman dari relaksasi hingga petualangan. Kedua negara ini telah mengembangkan paket wisata tematik seperti eco-tourism atau wellness retreat yang sesuai dengan tren global. Di Indonesia meskipun ada destinasi seperti Raja Ampat atau Yogyakarta aksesibilitasnya sering kali terhambat oleh jarak yang jauh dan kurangnya koneksi langsung sehingga wisatawan harus menghabiskan lebih banyak waktu dan biaya untuk mencapainya. Hal ini membuat mereka lebih memilih negara lain di mana atraksi utama bisa dinikmati dalam radius yang lebih dekat.
Ketiga aspek kuliner dan budaya yang lebih terpromosikan dengan baik. Malaysia terkenal dengan makanan fusion seperti nasi lemak atau roti canai yang mudah ditemui di mana saja dengan harga terjangkau. Thailand dengan street food-nya yang legendaris seperti pad thai atau tom yum goong telah menjadi ikon global yang menarik foodie dari seluruh dunia. Kedua negara ini juga melestarikan budaya melalui festival tahunan yang terbuka untuk wisatawan seperti Hari Raya di Malaysia atau Songkran di Thailand. Indonesia tentu memiliki kekayaan kuliner seperti rendang atau sate yang tak kalah lezat tetapi promosinya masih kurang masif sehingga banyak wisatawan tidak menyadari potensinya. Selain itu kurangnya standarisasi kebersihan di beberapa pasar tradisional membuat wisatawan khawatir tentang kesehatan.
Keempat dukungan pemerintah yang lebih kuat dalam pengembangan pariwisata. Pemerintah Malaysia dan Thailand telah mengalokasikan anggaran besar untuk infrastruktur wisata termasuk pembangunan resor berkelanjutan dan pelatihan bagi pelaku usaha lokal. Mereka juga bekerja sama dengan maskapai penerbangan internasional untuk menawarkan rute langsung dari berbagai kota besar di dunia. Di Indonesia meskipun ada inisiatif seperti 10 Bali Baru implementasinya sering kali lambat karena kendala birokrasi atau koordinasi antar daerah. Hal ini menyebabkan potensi wisata di daerah terpencil belum tergarap secara optimal.
Kelima persepsi tentang keberlanjutan lingkungan. Wisatawan saat ini semakin sadar akan isu lingkungan sehingga mereka lebih memilih destinasi yang menunjukkan komitmen terhadap konservasi. Malaysia dengan program hutan lindung di Sabah dan Thailand dengan inisiatif pantai bebas plastik telah membangun citra ramah lingkungan. Indonesia meskipun memiliki taman nasional yang luas sering kali dihadapkan pada isu deforestasi atau pencemaran yang menjadi berita negatif.